Belajar Membaca Bagi Seorang Anak Auditori
Waktu bayi bocah bisa tidur di mana pun dan saat kapan pun. Tidak terpengaruh suara bising ataupun keramaian. Sekarang protes kalau mau tidur masih denger suara bising. Tapi kalau udah ngantuk banget ya tidur aja cuek.
Diajak baca buku bareng cuma bertahan 5 menit kecuali dibawakan dengan gaya storytelling profesional. Hahaha. Dan belajar flash card paling lama 10 detik, abis itu bubar!
Itulah salah satu dan salah dua ciri dari anak auditori. Apa saja yang sudah dilakukan jaman dulu kala?
Saya latih bocah bicara dengan cara mengulang-mengulang dan mengeja dengan memperlihatkan gerakkan bibir saya yang diperlambat. Contohnya saat saya mengenalkan kosa kata "kelinci" saya ajak lihat kelinci dan bilang pelan-pelan sambil ajak dia fokus lihat pergerakkan mulut saya, ke-lin-ci.
Gaya bicaranya juga punya irama berpola. Suka banget cerita. Kalau udah cerita itu ngoceeeeeh terus, cerewet banget deh ya! Sampe saya ajak komunikasi produktif untuk membubuhi koma dengan atur nafas. Karena saya sendiri kalau nyerocoooos aja itu cape banget, ngos-ngosan.
Saya tidak tahu saat itu anak saya gaya belajarnya seperti apa. Entah Visual, Auditori, ataukah Kinestetik. Waktu bocah bayi, saya hanya fokus pada "percepatan" dia menangkap stimulus dari saya. Saya tidak sempat browsing-browsing internet. Karena selama 4 tahun pertama itu saya hanya fokus belajar tentang per-bayi-an langsung pada objeknya. Subhanallah emejing!
Baru setelah masuk Institut Ibu Profesional saya tahu jika anak saya auditori kuat. Sehingga saya mencoba untuk menstimulus gaya belajar Visual dan Kinestetik. Supaya bisa seimbang. Sehingga bisa belajar dengan gaya belajar apapun. Tapi saya tidak bisa berharap lebih jika anaknya memang nyaman di auditori.
Malam ini, aki mengajak bermain dengan playdoh. Aki menantang bocah untuk membuatkan tulisan "AKI" dari playdoh. Yeay stimulus kinestetik!
Cara membuat "AKI":
Pertama membuat huruf K dengan cetakan huruf K.
Kedua membuat huruf A dengan cetakan huruf A.
Ketiga membuat huruf I dengan cetakan serutan.
Seteleh jadi huruf AKI, maka bocah tusuk dengan lidi seperti menusuk sate.
Huruf K
Huruf A |
Cara mencetak |
Ditusuk lidi |
Di usiaya 6 tahun ini sudah masuk SD, maka tuntutannya sudah bisa baca. PR bagi saya ketika itu adalah mengajarkan membaca tanpa harus merasa diajarkan. Mengingat beberapa metode sejak bocah bayi efektif membuat bocah paham, jadi saya coba dengan falsh card yang dimodifikasi. Modifikasi dengan cara suara keras dan sambil bermain.
Sambil bocah bermain, saya membaca keras-keras flash cardnya.
"ca"
"ca-ri"
"ca-ha-ya"
Sampe bocah mengalihkan konsentrasi bermainnya ke flash card yang sedang saya baca. Dengan melirik saja saya sudah seneeeeng banget. Saya lakukan ini berkali-kali hingga dia kepo!
flash card nya murah aja sekitar Rp10.000-an |
ini dus nya |
Ibu atau ayah mesti konsisten mengajarkannya. Sambil jalan kaki, kita tebak-tebakan. Misalkan c-a-ca, b-e-be, ca-be. Saya menargetkan kosa kata apa yang akan dipelajari setiap hari. Lalu lakukan tantangan bocah untuk "mengetes" daya ingatnya. Bocah membaca seluruh flash card.
Selesai dengan dua huruf, lalu meningkat ke 1 kata. Pake flash card 1 kata. Waktu itu murah juga itu belinya di Tokopedia. Entah kemana ya sekarang itu flash card 1 kata-nya. Hehehe
Lalu meningkat ke membaca buku. Saya beli buku gafabaca semua seri untuk melatihnya membaca. Dan jreng jreng satu bulan bocah sudah lancar membaca dan mengerti makna yang ada di setiap kata yang dia baca. Alhamdulillah.
0 komentar:
Posting Komentar